Gak Usah Heran, Sejak Orba APBN Sudah Dirancang Defisit

Genvoice.id | 18 Jun 2025

JAKARTA- Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti mengungkapkan sejak zaman Orde Baru sampai sekarang, APBN memang sudah disetting defisit

"Yang perlu dicermati adalah defisit itu besar atau tidak. Kemudian alokasi anggaran untuk apa dan dampak alokasi anggaran tersebut berapa besar multiplier effect-nya ke masyarakat," katanya, Selasa (17/6), menanggapi defisitnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ia menjelaskan dalam Undang-Undang defisit APBN ditetapkan maksimal 3 persen dan apabila APBN surplus berarti government spending lebih sedikit daripada penerimaan negara.

"Kemarin terjadi surplus saya tidak heran karena awal tahun dan ada cutting anggaran di banyak kementerian sementara program prioritas belum jalan di awal tahun," kata Esther.

Dia pun berharap meskipun terjadi defisit, government spending yang lebih besar bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, bukan asal serapan anggaran atau asal government spending.

"Alokasi anggaran harus disertai key performance indicator (KPI) jadi peruntukan anggaran harus jelas untuk apa dan ada benefit positif untuk masyarakat (rumah tangga, industri dan bisnis) yang kemudian pada akhirnya bisa mendorong penerimaan negara," tegasnya.

Kalau ekonomi bergeliat, kata Esther, maka negara pun bisa mendapat pajak dan penerimaan negara bukan pajak.

Tekanan Fiskal

Pengamat ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf mengatajan posisi APBN yang berbalik dari surplus 4,3 triliun rupiah pada April 2025 menjadi defisit 21 triliun rupiah atau 0,09 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada Mei 2025 perlu dicermati secara hati-hati.

"Pembalikan yang cepat dari surplus ke defisit itu bisa jadi sebagai sinyal tekanan fiskal di semester kedua tahun ini," katanya dari Yogyakarta, Selasa (17/6).

"Trennya menunjukkan pergeseran dari surplus ke defisit dalam waktu cepat. Kalau tidak ada penyesuaian, ruang fiskal bisa makin sempit di tengah beban subsidi energi, belanja sosial, dan target pembangunan infrastruktur," ia menambahkan.

Menurut dia, belanja negara kemungkinan akan meningkat menjelang akhir tahun seiring dengan berbagai komitmen politik, proyek multiyears, dan potensi intervensi harga pangan. Di sisi lain, penerimaan negara bisa saja terkoreksi bila pertumbuhan ekonomi tetap berada di bawah ekspektasi.

Ia mengimbau pemerintah agar memastikan bahwa sumber-sumber pembiayaan defisit dikelola secara efisien dan tidak menciptakan tekanan tambahan pada nilai tukar dan tingkat bunga.

"Jika tidak hati-hati, kita bisa masuk pada jebakan pembiayaan defisit yang mahal, apalagi di tengah ketidakpastian global seperti saat ini," jelas Maruf.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam keterangannya saat menyampaikan APBN KiTa Edisi Juni 2025 di Jakarta, Selasa (17/6) mengatakan jika mengacu Undang-Undang tentang APBN, defisit tahun ini ditetapkan Rp616,2 triliun. "Jadi, 21 triliun rupiah masih sangat kecil, tapi kami akan terus memantau," kata Menkeu.

Menurut dia, defisit bertujuan untuk melakukan countercyclical, sehingga ekonomi yang cenderung mengalami tekanan dan pelemahan itu bisa berbalik siklusnya dengan APBN, pelemahannya juga diharapkan tidak berdampak signifikan terhadap ekonomi, terutama pada masyarakat," kata Menkeu.