Psikolog Klinis Diperlukan di Puskesmas, Biar Layanan Kesehatan Mental Makin Merata & Inklusif
YOGYAKARTA, GENVOICE.ID- Kolegium Psikologi Klinis Indonesia barengan PKMK UGM dan Kemenkes RI baru aja ngadain webinar dengan tema Peran Psikolog Klinis di Puskesmas. Acara yang digelar Rabu (16/4) ini jadi momen pas banget buat dorong layanan kesehatan mental di level puskesmas biar makin kuat dan nyentuh semua kalangan.
Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI), Arianti Anaya ngingetin kalau kehadiran psikolog klinis di puskesmas itucrucial banget. Soalnya, data WHO bilang 24% pasien di layanan primer punya gangguan mental dari depresi sampai risiko bunuh diri. Gak main-main, kan?
"Kesehatan jiwa adalah hak dasar. Kita perlu menjamin akses layanan psikologi klinis yang inklusif dan kolaboratif," tegas Arianti.
Tapi masalahnya, penyebaran psikolog klinis di Indo tuh masih timpang. Dari total 3.444 orang, distribusinya belum merata. Karena itu, Arianti ngajak pemerintah dan kolegium kerja bareng biar tenaga psikolog makin banyak, apalagi di daerah-daerah yang masih minim layanan.
Di sisi lain, Dirjen Kesehatan Primer Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, bilang gangguan mental sekarang udah jadi masalah besar. Bahkan jadi penyebab kematian nomor dua gara-gara kualitas hidup yang drop. Padahal, dari 6 juta warga usia 15+ yang ngalamin gangguan mental, cuma 12,7% yang dapet layanan. Sedih gak, tuh?
"Transformasi layanan primer menjadi peluang untuk memperkuat peran psikolog klinis di puskesmas, termasuk melalui jejaring hingga tingkat desa dan RW," tegas Endang.
"Psikolog klinis dibutuhkan untuk mendekatkan layanan kesehatan jiwa yang komprehensif dan sesuai siklus hidup," sambungnya.
Soal aturan juga dibahas. Staf Ahli Menkes Bidang Hukum Kesehatan, Sundoyo, bilang profesi psikolog klinis udah resmi diakui di UU No. 17/2023 dan PP No. 28/2024. Jadi, gak bisa sembarangan praktik.
"Setiap tenaga psikolog klinis wajib memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP). Uji kompetensi menjadi pintu legalitas profesi," katanya.
Ketua Kolegium Psikologi Klinis, Indria Laksmi Gamayanti, juga ngasih highlight soal peran penting psikolog dalam ngasih asesmen, diagnosis, sampai intervensi psikologis. Dan pastinya, kompetensi mereka dijamin lewat sertifikasi dari kolegium.
"Kami akan terus mengembangkan standar kompetensi dan sertifikasi nasional yang relevan," kata Indria.
Sementara itu, Dirjen SDM Kesehatan Kemenkes, Yuli Farianti, ngasih info kalau kebutuhan psikolog klinis di puskesmas tuh 10.459 orang, tapi yang baru ada cuma 3.846. Gap-nya gede banget, bro-sis! Karena itu, kolaborasi sama kampus dan stakeholder lain harus digeber.
"Kami mendorong percepatan pemenuhan kebutuhan tenaga melalui dukungan kolegium, kampus, dan pemangku kepentingan lainnya," ujarnya.
Webinar ini juga sharing praktik keren dari daerah. Dari Sleman, Seruni Anggraeni cerita gimana sejak 2007 udah mulai integrasi psikolog ke sistem layanan dasar. Bahkan udah nyambung ke JKN juga, loh!
Dari Puskesmas Ciracas, Sulastri Pardede bilang psikolog di sana handle semua umur-dari ibu hamil sampai lansia. Tapi dia juga highlight masalah: self-harm di kalangan remaja tinggi dan stigma soal kesehatan mental masih kuat banget.
Jefri Reza Pahlevi nambahin, pendekatan yang pakai kearifan lokal ternyata works! Masyarakat jadi lebih nyaman ngomongin masalah psikologis mereka pakai bahasa sendiri.
"Penting bagi masyarakat untuk merasa nyaman mengungkapkan masalah psikologis dengan bahasa mereka sendiri," ucap Jefri.
Penutupnya, Indria Laksmi ngajak semua pihak untuk kerja bareng bikin layanan psikologi klinis yang nyambung, berkualitas, dan merata dari Sabang sampai Merauke.
"Kami siap mendukung pemerintah melalui pengembangan standar, sertifikasi, dan penguatan jejaring layanan psikolog klinis," pungkasnya.