Harga Minyak Bakal Tembus US$130 per Barel Jika Iran Tutup Selat Hormuz

Genvoice.id | 17 Jun 2025

ANKARA- Apabila Iran benar-benar menutup Selat Hormuz, harga minyak berpotensi melonjak mencapai 130 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, sebagaimana dilaporkan surat kabar Turki Hurriyet, Senin (16/6).

Menanggapi kekhawatiran itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Mohammad Faisal mengatakan kenaikan harga minyak dunia akibat dampak konflik Iran dan Israel justru harus dijadikan momentum percepatan transisi energi baru dan energi terbarukan.

Pada Sabtu (14/6) lalu, Anggota Komite Keamanan Nasional dan Kebijakan Luar Negeri Parlemen Iran, Esmail Kowsari menyatakan Teheran sedang mempertimbangkan untuk menutup selat tersebut sebagai tanggapan atas serangan Israel.

Turki Hurriet menyebutkan, Selat Hormuz menangani 20 persen pengiriman minyak global dan 80 persen perdagangan minyak dan gas alam cair (LNG) untuk Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.

Koran tersebut memperkirakan bahwa konflik Israel-Iran akan berlangsung selama beberapa waktu, menambahkan bahwa dampak perang terhadap ekonomi bergantung pada durasi dan eskalasi serangan.

Selain itu, konflik yang berkepanjangan dapat menghancurkan ekonomi, tetapi jika berakhir dalam 14 hari seperti yang direncanakan, dampaknya akan terbatas. Selat Hormuz menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman. Kapal-kapal kemudian memasuki Laut Arab dan Samudra Hindia.

Kawasan pesisir selat Hormus merupakan wilayah Iran, sedangkan bagian selatannya milik Oman dan Uni Emirat Arab. Selat dilalui sekitar 10-20 persen minyak dunia dan sekitar 20 persen pengiriman LNG.

Sebelumnya pada malam 13 Juni, angkatan bersenjata Israel (IDF) meluncurkan operasi skala besar yang dijuluki Rising Lion, di mana angkatan udara rezim zionis itu menyerang sejumlah target dan fasilitas militer program nuklir yang dimiliki Iran.

Angkatan Udara Israel melakukan beberapa gelombang serangan di berbagai bagian Iran, termasuk Teheran, di mana beberapa pejabat militer senior Iran tewas, termasuk kepala Staf Umum Angkatan Bersenjata Iran dan komandan IRGC, serta beberapa ilmuwan nuklir.

Momentum EBT

Mohammad Faisal mejelaskan ketika energi fosil sudah mahal, tentu menjadi kurang kompetitif. "Ini semestinya dimanfaatkan untuk mendorong pengembangan energi terbarukan," kata Faisal kepada Antara Senin (16/6).

Oleh karena itu, melonjaknya harga minyak dunia di tengah-tengah konflik Iran dan Israel, harus dimanfaatkan sebagai momentum bagi pemerintah untuk mengembangkan proyek-proyek energi baru dan terbarukan.

"Fenomena ini semestinya menjadi dorongan untuk beralih ke energi terbarukan, menjadi stimulus," katanya.

Terkait dengan dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia, Faisal menyampaikan ada potensi peningkatan harga bahan bakar minyak (BBM) domestik.

Bahkan, bila kenaikan harga minyak dunia melebihi 80 dollar AS per barel, Faisal memandang akan ada penyesuaian terhadap harga BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan solar.

"Dampaknya bukan hanya ke biaya transportasi, tetapi hingga ke harga barang-barang lain, terutama bahan pangan," katanya.