Pengamat: Penurunan Suku Bunga Berpotensi Lemahkan Rupiah

Genvoice.id | 16 Jan 2025

Pengamat ekonomi dari STIE YKP Yogyakarta, Aditya Hera Nurmoko menanggapi keputusan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan 0,25 persen menjadi 6,75 persen. Ia menilai, penurunan suku bunga seharusnya dilakukan dengan mempertimbangkan stabilitas rupiah terlebih dahulu.

"Ketika suku bunga domestik diturunkan, arus modal keluar menjadi lebih besar karena investor mencari imbal hasil yang lebih tinggi di pasar lain. Hal ini dapat memperburuk pelemahan rupiah," kata Aditya, dikutip dari Koran Jakarta, Kamis (16/1).

"Di tengah tekanan eksternal yang tinggi, stabilitas nilai tukar rupiah harus menjadi prioritas utama," tambahnya.

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik Forum Indonesia untuk Transparansi Anggara (Fitra), Badiul Hadi, ikut menyoroti dampak keputusan BI ini. Menurutnya, kebijakan ini membuat daya tarik rupiah semakin memudar di mata investor asing.

"Kondisi ini bisa meningkatkan risiko capital outflow, apalagi kontraproduktif dengan rencana kebijakan Presiden Trump," tutur.

Merespons hal tersebut, ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Teuku Riefky berharap BI bisa lebih fokus menjaga nilai tukar rupiah di tengah tekanan eksternal sepanjang Desember 2024.

"Meskipun The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin ke kisaran 4,25 persen hingga 4,5 persen pada pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024, namun arus modal keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia masih berlanjut," imbuhnya.

Seperti diketahui, keputusan Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga acuan 0,25 persen menjadi 6,75 persen menuai banyak kritik dari pelaku dan pemerhati pasar keuangan. Hal itu karena dilakukan di tengah tren rupiah yang melemah karena tekanan dari eksternal khususnya penguatan dollar Amerika Serikat (AS) yang makin perkasa