Serangan Israel ke Iran Bikin Timur Tengah Memanas, Trump Dinilai Gagal Kendalikan Netanyahu
JAKARTA, GENVOICE.ID = Ketegangan di Timur Tengah kian memuncak usai jet-jet tempur Israel melancarkan serangan ke sejumlah target strategis di Iran pada Jumat pagi. Di tengah eskalasi konflik yang mengancam kawasan, Amerika Serikat dengan cepat menjaga jarak dari keputusan sepihak Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, yang dinilai berisiko memicu perang besar.
Serangan mendadak ini sekaligus menggagalkan upaya pemerintahan Donald Trump yang selama ini berusaha menahan langkah Netanyahu, sambil mengupayakan negosiasi damai dengan Iran demi mencegah negeri itu mengembangkan senjata nuklir. Kini, ancaman perang terbuka antara Israel dan Iran kian nyata - skenario yang justru selama ini ingin dihindari Trump.
Setelah serangan terjadi, pejabat-pejabat senior AS menegaskan bahwa operasi tersebut sepenuhnya merupakan keputusan Israel. Washington bahkan memperingatkan Iran agar tidak membalas dengan menyerang kedutaan maupun pangkalan militer AS di kawasan.
"Malam ini, Israel bertindak sepihak terhadap Iran," tegas Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dalam pernyataan resmi. "Kami tidak terlibat dalam serangan ini. Prioritas utama kami saat ini adalah melindungi personel militer Amerika."
Menurut Rubio, Israel menginformasikan bahwa serangan ini diperlukan sebagai upaya mempertahankan diri. Sementara Presiden Trump, katanya, telah mengambil berbagai langkah untuk melindungi pasukan AS dan terus menjalin komunikasi dengan sekutu di kawasan.
Sebelum serangan dilancarkan, banyak pihak memperkirakan Israel akan menunggu hasil perundingan AS-Iran. Bahkan, menurut laporan Wall Street Journal, Trump sempat meminta Netanyahu menahan diri dalam percakapan telepon awal pekan ini. Namun, dua hari setelahnya, AS mulai mengevakuasi personel non-esensial dari kawasan yang rawan terkena imbas konflik.
"Ada kebingungan dalam sikap AS saat ini... terlihat jelas perbedaan posisi antara Washington dan Tel Aviv," ujar William Wechsler, Direktur Senior Program Timur Tengah di Atlantic Council.
Meski diyakini Netanyahu tak akan nekat menyerang jika mendapat larangan tegas dari AS, pemerintahan Trump terkesan buru-buru menjaga jarak setelah serangan terjadi. Bahkan, AS juga tak memberikan sinyal akan membantu Israel jika Iran melancarkan serangan balasan. "Respons AS sejauh ini tampak kurang solid," tambah Wechsler.
Di sisi lain, media Israel yang dekat dengan pemerintahan Netanyahu justru mengklaim serangan tersebut telah dikoordinasikan sepenuhnya dengan Washington.
Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, sebenarnya dijadwalkan bertolak ke Muscat, Oman, akhir pekan ini guna menggelar putaran perundingan keenam dengan Iran - yang disebut-sebut sebagai kesempatan terakhir menyelamatkan jalur diplomasi.
Ironisnya, serangan Israel berlangsung hanya beberapa jam setelah Trump secara terbuka meminta Netanyahu menunda serangan. Presiden AS kala itu mengungkapkan keyakinannya bahwa kesepakatan damai sebenarnya sudah hampir tercapai.
"Saya ingin menghindari konflik," kata Trump dari Gedung Putih. "Kami sudah cukup dekat dengan kesepakatan yang bagus… Selama masih ada peluang, saya tak ingin mereka menyerang, karena itu bisa menghancurkan kesepakatan."
Meski demikian, Trump sempat mengisyaratkan bahwa tekanan militer juga bisa mendorong Iran kembali ke meja perundingan. "Bisa saja membantu, tapi juga bisa merusak," ujarnya.
Kini, kekhawatiran itu benar-benar terjadi. Sejumlah pengamat menilai keputusan AS menarik diri dari kawasan - yang dimulai sejak Trump membatalkan perjanjian nuklir Iran (Joint Comprehensive Plan of Action) - justru memperbesar risiko konflik.
Senator Demokrat Chris Murphy dari Connecticut menilai serangan Israel memang ditujukan untuk menggagalkan negosiasi Trump dengan Iran. "Ini bukti betapa kecilnya rasa hormat negara-negara lain - termasuk sekutu kita sendiri - terhadap Presiden Trump," katanya.
"Ini bencana yang diciptakan Trump dan Netanyahu sendiri. Sekarang, kawasan berisiko terseret ke dalam konflik mematikan baru," tambah Murphy. Ia menegaskan, "Iran tak akan sedekat ini dengan senjata nuklir jika saja Trump dan Netanyahu tak memaksa AS keluar dari kesepakatan nuklir yang sukses melibatkan Eropa, Rusia, dan China untuk menahan ambisi nuklir Iran."