Hindari Pinjaman Komersial Jangka Pendek untuk Bangun Infrastruktur

Genvoice.id | 13 Jun 2025

JAKARTA- Dosen Magister Ekonomi Terapan Unika Atma Jaya, YB. Suhartoko membenarkan pembangunan infrastruktur menjadi basis pengungkit kemajuan perekonomian suatu negara, namun harus berhadapan dengan persoalan awal yakni pembiayaan.

"Jika infrastruktur murni sebagai layanan publik, pemerintah harus menyediakan dananya. Jika infrastruktur dapat menghasilkan revenue, walaupun dalam jangka panjang, maka pembiayaan seminimal mungkin jangan menggunakan utang komersial jangka pendek dan berbunga tinggi," katanta, Kamis (12/6).

Ia mengatakan, mengundang investor dengan skema "sharing cost and revenue" akan mengurangi risiko pembiayaan, namun persoalannya adalah menarik investor. Para investor sangat memperhatikan keamanan dana dan potensi revenue di masa datang. Maka skema pembiayaan harus diback up dengan underlying aset yang berkualitas, sehingga ketika proyek gagal atau tidak menghasilkan revenue yang signifikan, investor tidak mengalami kerugian besar.

Tidak kalah penting, katanya, adalah pemanfaatan infrastruktur yang dibangun. Jika jalan pelabuhan, bandara, waduk siap namun kawasan industri, wisata, transportasi laut dan pertanian belum siap, maka pemanfaatan sangat minimal dan tidak mampu mendongkrak perekonomian.

"Oleh karena itu membangun infrastruktur harus terintegrasi dengan pembangunan lembaga atau industri yang memanfaatkannya," jelas Suhartoko.

Adil dan Inklusif

Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam sambutannya pada Konferensi Internasional tentang Infrastruktur (ICI) yang dipantau secara daring, Kamis (12/6), mengatakan Indonesia berkomitmen memastikan terwujudnya pembangunan infrastruktur yang adil dan inklusif guna mendukung masyarakat termiskin dan paling rentan.

Dalam kaitan itu, Sugiono mengundang semua pemangku kepentingan global bergabung bersama Indonesia dalam membangun infrastruktur yang berkelanjutan, adil, dan inklusif itu. "Kami siap memfasilitasi dan menantikan kolaborasi yang bermakna dan nyata," katanya.

Menlu Sugiono mengatakan pembangunan infrastruktur tidak hanya sekadar membangun objek fisik, tetapi juga menghidupkan masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

"Ini juga sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan," katanya, seraya menambahkan bahwa Indonesia sedang berupaya menerapkan model kemitraan publik-swasta (KPS) sebagai perluasan dari model KPS klasik guna melibatkan masyarakat lokal dalam proyek.

Platform Multilateral

Indonesia juga sedang berupaya memperkuat platform multilateral untuk menyelaraskan standar, pendanaan dan dampak, serta inklusivitas, kata Sugiono.

Seperti banyak negara berkembang lain, Indonesia pun menghadapi kesenjangan pembiayaan infrastruktur yang signifikan.

Dalam konteks tersebut, Indonesia membutuhkan sekitar 280 miliar dollar AS pada 2030 untuk aksi iklim. Sementara hanya 30 persen yang dapat dicapai melalui pendanaan publik.

Kebutuhan tersebut semakin sulit dicapai dengan banyaknya kebijakan yang berorientasi ke dalam negeri juga berpotensi berdampak pada kerja sama pembangunan internasional.

Oleh sebab itu, Sugiono mendorong semua pihak terkait agar berusaha menemukan titik temu dan bekerja sama guna mengatasi permasalahan tersebut.