Rusak Lingkungan, Cabut Semua Izin Tambang di Global Geopark Raja Ampat

Genvoice.id | 10 Jun 2025

JAKARTA- Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menegaskan, semenjak UNESCO menetapkan Raja Ampat sebagai Global Geopark maka seluruh izin pertambangan di kawasan itu seharusnya dicabut. Apalagi jauh sebelumnya, sudah ditetapkan sebagai kawasan pulau-pulau kecil dengan UU No. 1/2014,

"Meski banyak dalih yang mengatakan bahwa izinnya sudah diberikan jauh hari sebelum terbitnya UU, seharusnya pemerintah mencari cara untuk membatalkan izin pertambangan. Apalagi setelah PT Antam yang notabene BUMN, memiliki perusahaan yang mendapatkan ijin pertambangan tersebut," tegasnya, Senin (9/6).

Fabby melihat hal itu tidak dilakukan pemerintah di era Jokowi yang menunjukkan kelalaian dan menjadi bentuk pengabaian UU dan perlindungan lingkungan serta keanekaragaman hayati.

"Kalau Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa produksi nikel di Pulau Gag sangat kecil dibandingkan seluruh produksi nikel Indonesia, ini justru menjadi alasan bahwa tidak seharusnya izinnya diberikan bahkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi seharusya dicabut permanen.

"Di tengah harga nikel yang rendah, dampak sosial, lingkungan pada kawasan ekologis rentan seperti Raja Ampat sebagai akibat pertambangan nikel sejatinya memberikan kerugian yang jauh lebih besar dari keuntungan ekonomi yang di dapat dalam jangka pendek dengan cara merusak lingkungan," pungkas Fabby.

Rusak Lingkungan

Sebelumnya, Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) meminta pemerintah menindak tegas tambang-tambang nikel yang diduga merusak lingkungan di Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Pembina MITI, Mulyanto dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (9/6) mengatakan pemerintah jangan hanya fokus pada tambang PT Gag Nikel, melainkan menindak tegas pula tambang-tambang nikel lainnya yang tak berizin dan merusak lingkungan di Raja Ampat.

"Yang dihebohkan dan dilaporkan masyarakat kan terutama adalah tambang yang dekat dengan objek wisata tersebut. Jangan dibelokkan atau pilih kasih," kata Mulyanto.

Dia pun mengingatkan bahwa keindahan alami dan biodiversitas kepulauan Raja Ampat sudah menjadi ikon pariwisata yang diakui dunia sehingga kelestariannya perlu dijaga.

"Kekayaan alam itu harus dijaga dan diwarisi, sebagai sikap adil terhadap generasi anak-cucu mendatang," katanya.

Dia menilai bahwa perusahaan tambang-tambang tersebut lupa atau tidak konsisten pada paradigma environment social governance (ESG) sebagai perluasan dari konsep good corporate governance (GCG).

Semestinya menggunakan paradigma tersebut, perusahaan tambang jangan hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek korporasi semata, melainkan harus berkesinambungan.

"Artinya, perhatian perusahaan penambangan terhadap lingkungan hidup dan kondisi sosial masyarakat sekitar pertambangan menjadi hal yang utama," tuturnya.

Untuk itu, dia menekankan pemerintah wajib intervensi segera untuk melindungi warga dan lingkungannya dengan menghentikan potensi pencemaran lingkungan dari operasi usaha penambangan tersebut.

"Jangan sampai kerap muncul kasus, di mana masyarakat alih-alih mendapat manfaat dari operasi penambangan, tetapi malah menjadi pihak yang selalu dirugikan akibat bisnis pertambangan di wilayah mereka," kata anggota Komisi VII DPR RI periode 2019-2024 itu.