Bikin Rugi Ratusan Triliun! Pemerintah Harus Berani Berantas Premanisme Atau Investasi Terancam

Genvoice.id | 07 Feb 2025

JAKARTA, GENVOICE.ID - Himpunan Kawasan Industri (HKI) Indonesia ngaku rugi ratusan triliun rupiah gegara banyak investor yang batal tanam modal atau bahkan angkat kaki dari Indonesia. Penyebabnya? premanisme dari organisasi kemasyarakatan (ormas) yang sering ganggu kawasan industri!

Ketua Umum HKI, Sanny Iskandar, buka suara setelah dialog soal optimalisasi kawasan industri di Jakarta, Kamis (6/2). Menurutnya, ormas makin nekat, masuk kawasan industri buat demonstrasi dan maksa minta jatah proyek.

"Mereka ingin itu supaya yang terkait dengan pabrik, dia kan butuh transportasi, catering atau apa, pingin beli ini, beli itu, mau bangun perluasan pabriknya atau apa, mereka itu minta diserahkan ke mereka," kata Sanny.

Saking parahnya, beberapa investor udah ngirim surat langsung ke Presiden Prabowo. Wilayah paling rawan? Bekasi, Karawang, Jawa Timur, dan Batam.

"Modusnya memang begitu, mereka melakukan unjuk rasa dan segala macam untuk menutup kawasan, sehingga pabrik-pabrik itu nggak bisa keluar, barang-barang nggak bisa masuk, bahan baku nggak bisa masuk, barang jadi nggak bisa keluar," jelas Sanny.

Malah ada satu ormas yang sudah melakukan penyegelan pabrik di kawasan industri.

"Kalau lihat fotonya tahulah, bajunya loreng-loreng dan segala macam. Ini yang nyegel bukan polisi, ini ormas. Jadi sudah sampai segitunya," ujar Sanny.

Dia pun meminta Pemerintah menjamin keamanan terutama beberapa kawasan industri yang merupakan objek vital nasional.

Menanggapi pernyataan HKI itu, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Daerah Istimewa Yogyakarta, Tim Aprianto bilang premanisme bisa terjadi di mana-mana. Apalagi kalau Pemerintah Daerah (Pemda) diam aja dan gak berani ambil tindakan.

"Kuncinya ada pada supremasi hukum. Supremasi hukum saat ini menjadi barang langka. Jangan sampai aparat penegak hukum (APH) atau oknum tertentu malah terlibat dalam premanisme seperti ini," kata Aprianto.

Menurut dia, Pemda harus memberikan kemudahan perizinan dan menjamin kepastian hukum agar investasi dapat tumbuh dengan baik. Saat ini, masalah utama yang dihadapi dunia usaha di daerah bukan hanya premanisme, melainkan kompleksitas perizinan yang masih menjadi hambatan utama.

"Yang terjadi di daerah lebih banyak terkait perizinan yang masih kompleks. Kalau mau bicara premanisme, perlu ada bukti nyata. Misalnya, dalam proses perizinan AMDAL, banyak pengusaha yang mengeluhkan mekanisme yang panjang dan tidak terstruktur waktunya. Ini menyebabkan suap terjadi. Apakah suap ini bisa disebut premanisme?" tambahnya.

Bagi pelaku usaha yang tidak melakukan suap sering menghadapi proses yang sangat lama, bahkan bisa memakan waktu dua tahun dengan biaya mencapai 1-2 miliar rupiah tanpa kepastian yang jelas. Kondisi itu berbeda dengan negara-negara lain seperti Vietnam dan Timur Tengah, di mana kepastian hukum dan kemudahan berusaha dijamin negara.

"Investasi butuh kepastian, dan prasyaratnya adalah penegakan hukum yang tegas. Presiden seharusnya menjadikan supremasi hukum sebagai agenda utama agar tidak ada ketimpangan dalam penerapannya. Masalah suap dan premanisme yang menghambat investasi harus segera dilibas," tegasnya.

Sementara itu, peneliti ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda mengatakan masalah premanisme ini bukti nyata kenapa investasi di Indonesia masih seret. Bukan di masalah tenaga kerja, tetapi dari pengutan tidak perlu seperti pungutan ormas.

"Pungutan seperti ini yang membuat biaya investasi di Indonesia menjadi mahal,"tegas Huda.

Menurutnya, kalau biaya ekonomi mahal karena pungli, investor bakal cari tempat lain. Bukan cuma ormas yang minta 'uang keamanan', tapi juga birokrasi yang masih korup.

Padahal, kawasan industri itu butuh tenant baru, bukan malah ditinggalin investor gara-gara aturan berbelit dan premanisme merajalela. Kalau pemerintah gak segera turun tangan, jangan heran kalau investasi lebih banyak lari ke Vietnam atau negara lain.