Hamas Disebut Siap Setuju Gencatan Senjata, Tapi Masih Tunggu Jaminan Akhir Perang
JAKARTA, GENVOICE.ID - Pemimpin Hamas dikabarkan semakin dekat untuk menyetujui usulan gencatan senjata di Gaza. Namun, mereka masih menginginkan kepastian bahwa jeda pertempuran ini benar-benar akan mengarah pada penghentian perang secara permanen.
Pertemuan internal Hamas digelar di Istanbul pada Kamis (3/7), membahas proposal yang belakangan ramai dibicarakan setelah AS berhasil menengahi konflik Israel-Iran bulan lalu. Hamas juga disebut tengah berdiskusi dengan faksi Palestina lain sebelum menyampaikan sikap resmi secara publik.
Sementara itu, tekanan terhadap Hamas kian besar. Banyak pemimpin militer kelompok ini yang gugur, dan pasukan Israel berhasil mendorong pejuang mereka keluar dari sejumlah basis utama di Gaza bagian tengah dan selatan. Serangan udara yang semakin intens dari Israel dalam beberapa hari terakhir menewaskan lebih dari 250 warga Palestina, termasuk perempuan dan anak-anak.
Menurut sumber yang memahami dinamika internal Hamas, beberapa faksi garis keras pun mulai melunak dan mengakui perlunya gencatan senjata demi menyusun ulang kekuatan serta strategi baru. Apalagi sejak gencatan sebelumnya runtuh Maret lalu, situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, dengan lebih dari 6.000 nyawa melayang.
Presiden Trump pada Selasa lalu menyatakan bahwa Israel telah menyepakati kerangka gencatan senjata 60 hari. Saat ditanya apakah Hamas juga setuju, Trump menjawab, "Kita akan tahu dalam 24 jam ke depan."
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dijadwalkan bertolak ke Washington untuk membahas berbagai isu kawasan bersama Trump, termasuk perkembangan di Gaza dan ketegangan dengan Iran. Meski sebelumnya enggan menghentikan perang sepenuhnya karena tekanan dari mitra koalisi sayap kanan, kemenangan diplomatik dan militer Israel baru-baru ini justru memperkuat posisinya di dalam negeri. Survei terbaru juga menunjukkan mayoritas rakyat Israel mendukung kesepakatan damai.
Menurut salah satu pejabat senior Israel, pembicaraan tidak langsung dengan Hamas-yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir-berpeluang besar dimulai dalam waktu dekat. Delegasi Israel pun disebut sudah disiapkan bila Hamas memberikan sinyal positif.
Isi dari proposal gencatan senjata mencakup pembebasan 10 sandera Israel yang masih hidup serta pemulangan jenazah 18 korban lainnya. Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina dari penjara. Selain itu, bantuan kemanusiaan akan segera masuk Gaza dan pasukan Israel akan menarik diri secara bertahap dari beberapa wilayah.
Mike Huckabee, Duta Besar AS untuk Israel, menyatakan, "Semua pihak ingin perang ini berakhir. Kini tinggal apakah Hamas siap menerimanya."
Namun, proses ini tidak lepas dari kontroversi. Organisasi swasta Gaza Humanitarian Foundation (GHF), yang ditugaskan menyalurkan bantuan, dituding melakukan pelanggaran. Laporan dari mantan staf menyebut ada insiden penembakan terhadap warga sipil saat distribusi bantuan, meski tuduhan itu dibantah oleh GHF dan militer Israel.
Dalam pernyataan terpisah, Trump menekankan pentingnya perlindungan bagi warga Gaza. "Yang paling utama adalah keselamatan rakyat Gaza. Mereka telah melewati neraka," ujarnya saat menuju kampanye di Iowa.
Di Israel, Netanyahu mengunjungi kibbutz Nir Oz yang jadi salah satu lokasi terparah dalam serangan Hamas tahun lalu. Ia berkomitmen membawa pulang semua sandera, baik yang masih hidup maupun yang telah gugur.
Namun, kritik terhadap Netanyahu tak mereda. Banyak pihak menilai ia terlalu sibuk menjaga posisi politiknya ketimbang mengambil tanggung jawab atas kelalaian yang menyebabkan tragedi Oktober 2023, di mana sekitar 1.200 warga sipil Israel tewas akibat serangan mendadak Hamas.
Sejak saat itu, Israel melancarkan operasi militer besar-besaran yang disebut telah menewaskan lebih dari 57.000 orang di Gaza, sebagian besar warga sipil, menurut data otoritas kesehatan setempat yang dianggap kredibel oleh PBB dan sejumlah negara Barat.
Meski menuai kecaman, militer Israel menyatakan mereka tetap mematuhi hukum internasional dan berusaha meminimalisasi korban sipil dalam setiap serangan terhadap target-target militan.