Sentil Gen Z yang Sering Begadang! Kurang Tidur Bisa Merusak Otak dan Picu Demensia, Ini Penjelasan Para Ahli

Genvoice.id | 04 May 2025

JAKARTA, GENVOICE.ID - Tidur bukan sekadar istirahat, melainkan proses penting bagi kesehatan otak. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kualitas tidur yang buruk, khususnya pada usia 30 hingga 40 tahun, dapat meningkatkan risiko penurunan fungsi kognitif dan bahkan demensia di kemudian hari.

Dalam laporan yang dikutip oleh Channel News Asia dan dipublikasikan di jurnal Neurology, ditemukan bahwa individu dengan pola tidur sangat terganggu memiliki kemungkinan dua hingga tiga kali lebih besar mengalami gangguan fungsi eksekutif, memori kerja, dan kecepatan berpikir sekitar sepuluh tahun kemudian. Temuan ini menggarisbawahi pentingnya dua fase utama tidur, yakni tidur lelap (deep sleep) dan tidur REM (Rapid Eye Movement), yang berperan besar dalam menjaga kesehatan otak.

Selama tidur, otak melewati empat fase secara berulang: dua tahap tidur ringan, satu tahap tidur lelap, dan tahap REM. Proses ini berlangsung sekitar 90 menit setiap siklusnya. Menurut Matthew Pase, profesor madya dari Monash University, tidur lelap dan REM membantu otak memperbaiki diri dari kelelahan, menyusun ulang memori, mengatur metabolisme, dan membersihkan zat-zat sisa melalui sistem glimfatik.

Dr. Maiken Nedergaard dari University of Rochester Medical Center menjelaskan bahwa tidur lelap berfungsi sebagai sistem "pembilasan otak", yakni membuang protein amiloid, zat yang berkaitan erat dengan penyakit Alzheimer. Jika sistem ini terganggu dalam jangka panjang, maka proses pembersihan otak menjadi tidak optimal, mempercepat timbulnya demensia.

REM sendiri merupakan fase di mana otak memproses informasi emosional dan pengalaman baru. Dalam sebuah studi tahun 2017 terhadap lebih dari 300 orang lansia, ditemukan bahwa semakin pendek durasi tidur REM, semakin tinggi risiko terkena demensia di masa depan. Dr. Pase menyebut REM sebagai fase penting untuk membentuk pertahanan otak terhadap penurunan kognitif.

Namun, hubungan antara kurang tidur dan demensia bukanlah hal yang sederhana. Penuaan secara alami mengurangi durasi tidur lelap dan REM, terutama pada perempuan. Di sisi lain, demensia itu sendiri juga bisa memperburuk kualitas tidur, menciptakan lingkaran yang saling memengaruhi.

Dr. Roneil Malkani dari Northwestern University menyarankan agar orang dewasa tidur sekitar tujuh jam per malam. Ini memungkinkan otak menyelesaikan siklus tidur lengkap sebanyak empat hingga tujuh kali. Peneliti dari University of Cambridge, Zsofia Zavecz, menambahkan bahwa menjaga rutinitas tidur dan bangun yang konsisten, serta merangsang otak dengan belajar hal baru, bisa membantu tubuh lebih siap untuk tidur dalam fase yang lebih dalam.

Selain itu, olahraga rutin dan manajemen stres juga turut berkontribusi. Olahraga meningkatkan aliran darah ke otak dan mempercepat pembersihan zat sisa melalui sistem glimfatik, kata Dr. Nedergaard. "Biarkan otak melakukan tugasnya, dan ia akan bekerja sesuai kebutuhannya," tutup Dr. Pase.