Program MBG Bukan Cuma Soal Gizi, Ekonomi Desa Harus Ikut Melonjak
JAKARTA, GENVOICE.ID - Kebijakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memprioritaskan komoditas pangan lokal jadi bahan baku utama dalam Program Makan Gizi Gratis (MBG) banyak mendapatkan dukungan. MBG bukan cuma soal gizi, tapi juga bisa jadi booster buat ekonomi desa.
Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Dwijono Hadi Darwanto bilang kalau Langkah ini bukan cuma bikin rakyat lebih sehat, tapi juga bisa bikin ekonomi desa makin kuat. Apalagi, ini bisa mengurangi ketergantungan sama barang impor yang sering bikin devisa negara boncos.
"Dengan menyerap komoditas pangan lokal, SPPG dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi perekonomian desa. Hal ini akan menggerakkan sektor pertanian dan UMKM lokal, menciptakan lapangan kerja, serta memperkuat daya saing produk dalam negeri," kata Dwijono.
Dengan meningkatnya permintaan terhadap komoditas lokal, petani dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sektor pangan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Hal itu jelasnya akan berimplikasi langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa serta memperkuat ketahanan pangan nasional.
"Kalau mengutamakan bahan pangan lokal, maka kita tidak hanya membantu petani dan UMKM bertahan, tetapi juga mengurangi kebergantungan pada produk impor yang sering kali membebani devisa negara. Ini juga sejalan dengan upaya mewujudkan ekonomi yang lebih berkelanjutan," tambahnya.
Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPR RI, Rina Sa'adah juga sepakat dengan kebijakan ini. Dia bilang kalau dapur dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sebaiknya kerja sama bareng UMKM pangan setempat yang bisa dijadikan sebagai pemasok bahan pokok.
"Dengan menggandeng UMKM pangan setempat, maka SPPG bisa beroperasi efisien dan mendapatkan pasokan bahan pokok yang masih segar untuk diolah," ujar Rina dalam keterangannya di Jakarta, pekan lalu.
Pemerintah sendiri udah pasang target buat bangun 5.000 dapur SPPG di berbagai daerah sampai akhir 2025.
UMKM yang produksi beras, ayam, telur, sayur, ikan, dan kebutuhan pangan lainnya jumlahnya udah ribuan. Mereka tersebar di seluruh Indonesia, mulai dari usaha rumahan, koperasi, sampai BUMDes. Dengan adanya dapur MBG, permintaan bahan pangan ini bakal naik drastis, dan UMKM bisa makin berkembang. Jadi, bukan cuma program sosial, tapi juga strategi ekonomi jangka panjang.
"Beroperasinya dapur MBG atau SPPG menumbuhkan permintaan (demand) akan beras, daging ayam, telur, ikan serta aneka sayuran di berbagai daerah. Bagian pembelian SPPG bisa menjalin kerja sama dengan UMKM pangan setempat untuk memasok bahan pokok tersebut sesuai standar yang diinginkan," ucap Rina.
Kerja sama seperti itu, papar Rina, akan menjadi wujud nyata multiplier effect program MBG. Terutama bagi pelaku ekonomi atau UMKM bidang pangan di berbagai daerah. Transaksi antara SPPG atau dapur MBG dengan UMKM pangan setempat akan mendorong perputaran roda perekonomian daerah bergerak lebih baik.
Kolaborasi SPPG dengan UMKM juga akan mengatasi persoalan mahalnya biaya transportasi angkutan ke pasar induk yang selama ini dikeluhkan petani sayuran. Hal serupa juga untuk produsen ayam daging maupun telur serta produsen beras. SPPG pun bisa mendapatkan jaminan dan kontinuitas pasokan bahan baku segar dan berkualitas.
Dengan total anggaran yang telah dialokasikan sebesar 71 triliun rupiah, dia optimistis program MBG bisa menjadi momentum UMKM di daerah untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Ekonomi Daerah
Pemerintah udah ngucurin dana 71 triliun rupiah buat program ini, dan sekarang lagi bahas tambahan anggaran 100 triliun rupiah. Kalau ini jalan terus, penerima manfaatnya bisa tembus 82,9 juta orang! Ini bukan angka kecil, artinya dampaknya ke ekonomi lokal bakal makin gede juga.
Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN), dana sebesar itu dialokasikan untuk 5.000 SPPG. Sebanyak 1.542 unit SPPG yang dibangun BGN dan sebanyak 3.458 unit SPPG hasil kerja sama BGN dengan lembaga negara/pihak ketiga. Hingga saat ini telah beroperasi sekitar 937 SPPG di 26 provinsi. Setiap SPPG memasok 3.000 penerima manfaat setiap hari Senin hingga Jumat/Sabtu.
Dalam kesempatan lain, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Atma Jaya, YBSuhartoko mengatakan, memang seharusnya program makanan bergizi gratis bukan hanya untuk meningkatkan pasokan gizi saja. Secara ekonomi PMBG bisa bermanfaat untuk meningkatkan kinerja UMKM, baik UMKM pemasok bahan mentah, maupun UMKM pengolah bahan makanan.
"Dengan melibatkan UMKM akan menciptakan dampak pengganda pertumbuhan ekonomi daerah," kata Suhartoko.
Tidak kalah penting, UMKM tambahnya diajak untuk menaati standardtertentu sebagai pemasok, sehingga mampu menata manajemen kualitas perusahaan menjadi lebih baik.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, sepakat program MBG harus melibatkan UMKM lokal, terutama yang berdekatan dengan sekolah.
"MBG Jangan sampai menjadi celah masuknya berbagai pangan impor termasuk impor susu yang merugikan peternak lokal, berdampak ke berkurangnya serapan kerja, hingga mengancam stabilitas nilai tukar rupiah,"tegasnya.