Vonis Ringan Korupsi APD Picu Kemarahan Publik: Merugikan Rp319 Miliar, Tapi Hanya Divonis 3 Tahun Penjara
JAKARTA, GENVOICE.ID - Putusan ringan terhadap tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan menyulut gelombang kemarahan publik. Meski kasus ini menimbulkan kerugian negara hingga Rp319 miliar, ketiga terdakwa hanya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta.
Putusan tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Syofia Marlianti Tambunan dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (5/6/2025). Para terdakwa adalah Budi Sylvana, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes, Satrio Wibowo, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia dan Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri
"Mengadili, menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp100 juta kepada masing-masing terdakwa. Jika denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama dua bulan," ucap hakim Syofia.
Vonis ini langsung menjadi perbincangan luas di berbagai platform media sosial. Tagar #KeadilanAPD sempat trending di Twitter/X, menandakan meluasnya kekecewaan publik terhadap sistem hukum yang dianggap tidak memberikan efek jera pada koruptor, terlebih dalam kasus yang berkaitan dengan krisis kemanusiaan.
Banyak warganet dan pengamat hukum menyebut vonis tersebut sebagai "ironi keadilan", mengingat tindakan korupsi dilakukan saat bangsa tengah berjibaku menyelamatkan nyawa akibat pandemi.
"Mencuri di tengah pandemi, saat APD dibutuhkan tenaga kesehatan dan rakyat, hanya dihukum 3 tahun. Ini bukan sekadar vonis ringan, ini tamparan bagi rasa keadilan," tulis salah satu komentar di media sosial.
Hingga berita ini diterbitkan, Kejaksaan Agung belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai kemungkinan upaya banding atas putusan tersebut. Masyarakat dan sejumlah lembaga antikorupsi mendesak agar jaksa penuntut umum mengajukan banding demi menjaga integritas hukum dan akuntabilitas publik.
Kasus ini semakin mempertegas tuntutan terhadap reformasi sistem peradilan dalam penanganan korupsi besar, terutama yang menyangkut dana dan barang milik publik di masa krisis.